Latest News

Firman Soebagyo: Kredibilitas Sertifikasi Hutan Lestari Harus Diperkuat


Berita Golkar – Industri kehutanan membutuhkan sertifikasi hutan lestari yang memiliki kredibilitas kuat. Pasalnya, sertifikasi merupakan instrumen untuk membuka akses ke pasar internasional.

Untuk itu, organisasi sertifikasi hutan lestari diharapkan tidak mudah ditekan beragam isu lingkungan.

Dr. Petrus Gunarso, Pengamat Kehutanan menjelaskan lembaga sertifikasi kayu seperti FSC ataupun PEFC memang dibentuk untuk memenuhi tuntutan pembeli di luar negeri.

Masing-masing membuat standar dan skema sertifikasi yang berbeda-beda. Di dalam negeri juga ada sertifikasi serupa seperti Lembaga Ekolabel Indonesia dan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu).

Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Golkar, mengingatkan produk alam negara berkembang seperti dari Indonesia terus dihambat oleh berbagai kebijakan dagang dan kampanye negatif LSM.

Di sinilah, Indonesia harus berani tegas terhadap kampanye LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang mengganggu kepentingan ekonomi nasional.

“Harus dipahami, banyak LSM mengintervensi pembangunan dan sumber daya alam negara berkembang. Kedaulatan bangsa ini tidak boleh diganggu oleh kepentingan di dalam dan luar negeri,” ujar politisi Golkar ini.

Selanjutnya, ia menyarankan Pemerintah Indonesia berani bertindak tegas terhadap kampanye yang mengganggu kepentingan nasional.

Sebagai contoh, Phil Aikman salah satu aktivis LSM dari Amerika Serikat, Mighty Earth, sering membuat kampanye negatif terhadap industri sumber daya alam Indonesia.

Tetapi, belum ada tindakan tegas dari Pemerintah, kendati, sering ke luar masuk negara ini.

“Indonesia harus dapat mencontoh Pemerintah India dan Brazil yang bertindak tegas kepada LSM asing di negaranya. Sebagai contoh, Pemerintah Brazil hingga kini tidak pernah memberikan pengakuan bagi Greenpeace. LSM yang beroperasi di Indonesia tetapi mengganggu kepentingan nasional. Seharusnya dilarang dan tidak boleh melakukan kegiatan di Indonesia,” tegas Firman.

Ia juga mendesak adanya akuntabilitas dan transparansi dari NGO yang beroperasi di Indonesia.

“Mereka para LSM harus bisa mempertanggungjawaban sikap, tindakan, keputusan lembaga mereka kepada publik termasuk dalam soal pendanaan. Karena biasanya mereka menerima dana atau donasi dari luar dengan agenda tertentu,” ujarnya.

Dr. Sadino, Direktur Eksekutif Biro Konsultasi Hukum dan Kebijakan Kehutanan mengatakan isu pembangunan sangatlah seksi bagi kampanye LSM.

Kampanye LSM menentang pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam di Indonesia.

Padahal tanpa aktivitas ekonomi, bagaimana bisa membangun dan menyejahterakan masyarakat Indonesia.

Scroll to top